Beranda | Artikel
Naskah Khutbah Idul Adha Hanya 10 Menit, Lima Pelajaran dari Qurban Nabi Ibrahim
Kamis, 30 Juli 2020

Khutbah Idul Adha kali ini dibuat singkat karena kondisi pandemi, tetapi tetap ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari qurbannya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Khutbah Pertama

Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Innaa a’thainaakal-kautsar, fashollii li robbika wanhar, innaa syaaniaka huwal abtar.

Jama’ah rahimani wa rahimakumullah, jama’ah yang senantiasa dirahmati dan diberkahi oleh Allah …

Hari Jumat ini bertepatan dengan dua Id.

Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqam, “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua Id (hari Id bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan.” (HR. Abu Daud, no. 1070; An-Nasa’i, no. 1592; Ibnu Majah, no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dalil di atas menjadi dalil boleh memilih antara shalat Jumat dan shalat Id. Akan tetapi, mengerjakan kedua shalat tersebut lebih baik. Bagi yang memilih tidak shalat Jumat karena di pagi harinya telah shalat Id, maka hendaklah mengganti dengan shalat Zhuhur.

Terkait dengan qurban, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ibadah ini berasal dari kisah Nabi Ibrahim saat ingin menyembelih putranya Ismail. Kisah ini bisa ditelaah lebih jauh dalam surah As-Saffat ayat 99 – 111.

Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail ‘alaihis salam sebagaimana disebutkan dalam ayat,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Ketika Isma’il berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja. Pada usia tersebut, Ibrahim sangat mencintainya dan Nabi Ibrahim merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat. Saat anaknya seperti itulah, Ibrahim mendapatkan ujian berat.

Lihatlah ketika mendengar mimpi ayahnya untuk menyembelihnya, Ismail sangatlah patuh. Ia pun menyatakan dirinya bisa bersabar dan mendorong ayahnya untuk bersabar pula.

Inilah yang seharusnya jadi teladan kita, yaitu patuh, sabar, dan tawakal kepada Allah. Mudah-mudahan kita mendapatkan istri dan anak yang patuh pada Allah, sabar dan benar-benar bertawakal kepada-Nya, begitu pula kita menjadi orang yang demikian.

Lalu dalam lanjutan ayat disebutkan,

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya).” (QS. As-Saffat: 103)

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ

Dan Kami memanggilnya, “Hai Ibrahim.” (QS. As-Saffat: 104)

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 105)

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. As-Saffat: 106)

Dengan sikapnya ini, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dipuji,

كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 110). Ibrahim termasuk orang yang berbuat baik (berbuat ihsan) dalam ibadah, bermuamalah baik dengan sesama, ia mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang ia hadapi, dan ia mendapatkan balasan yang baik.

Lalu disebutkan,

إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat: 111).

Baca Juga: Nabi Ibrahim Saja Khawatir Terhadap Syirik

Pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim berqurban

  1. Ibrahim adalah orang yang taat pada perintah Allah.
  2. Nabi Ibrahim tidak membantah wahyu, ia sangat patuh pada wahyu.
  3. Kecintaan pada Allah lebih didahulukan oleh Nabi Ibrahim dari kecintaan pada anak.
  4. Sifat anak yang saleh adalah patuh pada orang tua seperti patuhnya Ismail pada ayahnya Ibrahim.
  5. Bersabar di balik kesulitan pasti akan datangkan kemudahan. Termasuk saat ini kita bersabar tanpa batas di masa pandemi.

Semoga jadi pelajaran penuh manfaat. Aquulu qoouli hadza, wastaghfirullaha lii, innahu huwas samii’ul ‘aliim.

 

Khutbah kedua

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar. Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Wal ‘ashr, Innal insaana lafii khusr, illalladziina aamanuu wa ‘amilush sholihaati wa tawaa-show bil haqqi wa ta-waashow bish shobr.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Allahummaghfir lil muslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al-ahyaa’ minhum wal amwaat.

Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirooti hasanah wa qinaa ‘adzaban naar.

Bi rohmatika yaa arhamar roohimiin.

Taqobbalallahu minna wa minkum.

Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

 

Referensi Khutbah:

Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

 

Penjelasan Shalat Idul Adha

  1. Shalat Idul Adha terdiri dari dua rakaat.
  2. Shalat Idul Adha dimulai dengan niat (niatan shalat Id, cukup dalam hati) dan takbiratul ihram (ucapan “Allahu Akbar” di awal).
  3. Cara melakukan shalat Idul Adha sama dengan melakukan shalat lainnya.
  4. Setelah takbiratul ihram membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.
  5. Setelah membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada tanpa qadha’.
  6. Setiap kali takbir zawaid disunnahkan mengangkat tangan. Setelah itu disunnahkan di antara dua takbir tambahan meletakkan tangan kanan di depan tangan kiri di bawah dada sebagaimana bersedekap setelah takbiratul ihram.
  7. Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak sekadar membaca satu ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca: SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. Setelah takbir ketujuh pada rakaat pertama dan takbir kelima pada rakaat kedua tidak ada bacaan takbir dan dzikir.
  8. Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
  9. Bacaan surah saat shalat Idul Adha dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir, sedangkan dzikir-dzikir lainnya dibaca lirih (sirr).
[Diringkas dari Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

 

Aturan Khutbah Idul Adha

  1. Khutbah Idul Adha adalah sunnah setelah shalat Id.
  2. Khutbah Idul Adha ada dua kali khutbah, rukun dan sunnahnya sama dengan khutbah Jumat.
  3. Disunnahkan khutbah dengan mimbar, boleh juga berkhutbah dengan duduk.
  4. Khutbah pertama diawali dengan sembilan kali takbir. Khutbah kedua diawali dengan tujuh kali takbir.
  5. Rukun khutbah: (a) memuji Allah, (b) shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (c) wasiat takwa kepada Allah, (d) membaca satu ayat, (e) berdoa.
  6. Jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah. Akan tetapi, mendengarkan khutbah Idul Adha bukanlah syarat sahnya shalat Id.
[Diringkas dari penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

Baca Juga:

 

Disusun di Darush Sholihin, 9 Dzulhijjah 1441 H (30 Juli 2020)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

 

Naskah Khutbah Idul Adha – 5 Pelajaran dari Qurban Nabi Ibrahim

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/25398-naskah-khutbah-idul-adha-hanya-10-menit-lima-pelajaran-dari-qurban-nabi-ibrahim.html